Monday, March 14, 2016

Startup Bisnis Lewat Ekonomi Syariah (Penulisan Berita)

Tangerang (14/01) – Startup bisnis berbasis syariah kini menjadi pilihan bagi seorang muslim untuk menjalankan bisnisnya karena sistem dan tata cara yang ada sesuai menurut keyakinan serta tidak jauh dari jalan dakwah.

“Memulai bisnis online syariah, misalnya jual-beli, yang penting ada akadnya. Kemudian, ada penjual, pembeli, dan barang yang dijual,” ujar pengamat ekonomi, Ahmad Ifham.

Namun, jika selama ini startup bisnis lebih banyak diwarnai e-commerce, Badr Interactive asal depok ini memilih menjadi pengembang aplikasi muslim.

“Visi kita dari awal itu kan mengincar IT melalui islam dan memang ingin buat produk islam yang gratis. Sebenarnya, Badr bisa buat produk e-commerce, tapi entah kenapa kita ga pengen dan mau produk yang beda serta memberikan edu value,” ujar Team Leader Badr Interactive, Andika Amri.

Amri menambahkan bahwa Badr ingin berkontribusi secara aktif di teknologi secara nasional dan menunjukkan bahwa muslim juga bisa berkontribusi ke umat dari bidang teknologinya dan menjadi incubator developer di Indonesia.

Dalam memulai bisnis online, banyak orang tidak tahu resiko yang akan menghampiri mereka, padahal saat memulai bisnis mereka harus memikirkan resiko terlebih dahulu.

“Ketika didirikan Agustus 2011, kita rata-rata otodidak, kita belajar finance. Human Resource Development (HRD) kita pun orang IT. Jadi banyak eksperimen. Banyak bongkar pasang sistem. Jadi, kalau ada yang salah, ya kita rugi. Makanya, sekarang kita masih nyari sistem yang pas. Sekarang kita lagi coba untuk lebih banyak nurunin produk daripada nerima projek. Mungkin nanti 20% projek dan 80% produk,” tutur Amri.

Ahmad menjelaskan bahwa resiko yang ada dalam bisnis online sebenarnya sangat tinggi, terutama dalam bisnis syariah karena penjual harus bersikap adil.

“Seperti contoh dalam e-commorce, jarang sekali kita melihat ada ketentuan mengenai pengembalian barang. Jika ada, pasti tidak jelas ketentuannya. Oleh karena itu, semua ketentuan harus ada dan jelas agar sama-sama tahu,” jelas pengamat ekonomi sekaligus penulis buku ‘Bedah Akad Bisnis Syariah’.

Dari sisi usaha, ‘syariah’ merupakan kata yang memiliki jual nilai tinggi. Kata ini menarik bagi kalangan muslim.

Sebenarnya, startup bisnis atau startup bisnis syariah sama dengan bisnis online biasa karena pemilihan bisnisnya dan waktu mengerjakannya tetap sama. Akan tetapi, hanya berbeda dari cara pelaksanaannya yang halal.

Andika Amri menjelaskan bahwa saat akan memulai startup bisnis, kita harus membuat produk yang memang dibutuhkan dan unik. Hal ini merupakan salah satu kunci dari Badr memenangkan Startup Asia Jakarta 2014 dengan aplikasi mereka yang membantu penanaman tanaman pangan antara investor, petani dan pemilik lahan, yaitu iGrow.

“Kita harus bener-bener ke ranah yang jarang banget ditemui orang dan eksekusi rapi. Jadi bermainlah diranah yang memang dibutuhkan orang lain,” tuturnya

“Saat kita menjadi juara 2 kompetisi internasional Startup Istanbul, memang ternyata di level dunia banyak yang memiliki problem yang sama. Jadi pada saat iGrow presentasi, mereka banyak yang langsung bilang selamat dan ini good idea. Mereka bahkan nanya, bisa ga diterapin di negeri kita. Pada saat orang melihat idenya adalah hal-hal yang menyangkut kepentingan mereka juga, kita pasti otomatis akan menang,” ujar laki-laki yang sedang mengembangkan aplikasi terbaru Badr, yaitu Inspire untuk di lanuching pada 2016.

Banyak keuntungan yang didapat dari menjalankan bisnis online syariah, salah satunya bisnis ini tidak mengabaikan nilai-nilai islam yang ada di dalamnya.

“Mengambil keuntungan itu terserah dari penjualnya. Tidak ada ketentuan untuk hal itu,” terang pengamat ekonomi yang sekarang menjadi CEO Amanah Syariah Consulting.

“Aplikasinya kan gratis, keuntungnya baru ada 2, yaitu donasi dan projek karena kita emang rata-rata produk amal dan ga nyari untung. Kita ambilnya sekarang dari projek aja,” tutur Amri

Amri menjelaskan bahwa pengembang aplikasi yang telah memiliki 30 karyawan ini mulai mensasar ke pasar premium, seperti pertamina yang nilai projeknya di atas 300 jutaan dan berniat untuk membuat agar produk Badr bisa internasional. Namun, mereka tetap memeriksa kehalalan dari projek tersebut.

“Investor kita sekarang baru dari Startup Center dan Malaysia,” jawab Amri ketika ditanya mengenai investor Badr.

Ahmad yang juga menjadi pengurus DPP Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) mengatakan, “Investor itu boleh dalam syariah, pihak non muslim pun tidak masalah karena yang penting pihak investor itu bisnisnya bukan dari riba. Mereka kan share saham karena saham itu kan artinya bagi hasil, jadi tidak masalah. Di dalam syariah itu ada skemanya kok. Yang jadi masalah adalah jika main saham karena main saham dan bagi hasil itu skema dan aktivitasnya sama tapi niatannya yang beda.”

Awalnya, produk untuk kaum muslim dianggap sebagai minoritas di dalam startup bisnis dan kurang menjanjikan. Akan tetapi, bisnis ini sekarang sudah menjadi bagian dari bisnis mainstream lainnya. Tentu saja, Usaha Kelas Menengah (UKM) muslim di Indonesia ini akan terus berkembang.

Berdasarkan Pew Research Center : Religion & Public Life, umat Islam dunia akan mencapai 2,2 milyar orang (26,4% dari populasi dunia) pada tahun 2030 nanti.

“Lihat baik-baik peluangnya karna saya yakin masih banyak yang bisa digarap untuk jadi bisnis. Jangan lupa untuk eksekusinya, jadi kalo misalnya udah ada ide langsung eksekusi aja ga usah banyak pertimbngan dan langsung riset pasarnya gimana. Ide bagus tanpa eksekusi jadinya nol, tapi kalo ide yang biasa aja dengan eksekusi yang baik bisa jadi berhasil. Jadi yang paling utama adalah eksekusi. Kalo gagal belajar lagi dan bikin lagi,” pesan Team Leader Badr, Andika Amri.

No comments:

Post a Comment