Tangerang (14/01) – Startup bisnis
berbasis syariah kini menjadi pilihan bagi seorang muslim untuk menjalankan
bisnisnya karena sistem dan tata cara yang ada sesuai menurut keyakinan serta
tidak jauh dari jalan dakwah.
“Memulai bisnis online syariah, misalnya
jual-beli, yang penting ada akadnya. Kemudian,
ada penjual, pembeli, dan barang yang dijual,” ujar pengamat ekonomi, Ahmad Ifham.
Namun, jika selama ini startup bisnis
lebih banyak diwarnai e-commerce, Badr
Interactive asal depok ini memilih menjadi pengembang aplikasi muslim.
“Visi kita dari awal itu kan mengincar
IT melalui islam dan memang ingin buat produk islam yang gratis. Sebenarnya, Badr
bisa buat produk e-commerce, tapi
entah kenapa kita ga pengen dan mau produk yang beda serta memberikan edu value,” ujar Team Leader Badr
Interactive, Andika Amri.
Amri menambahkan bahwa Badr ingin
berkontribusi secara aktif di teknologi secara nasional dan menunjukkan bahwa
muslim juga bisa berkontribusi ke umat dari bidang teknologinya dan menjadi
incubator developer di Indonesia.
Dalam memulai bisnis online, banyak
orang tidak tahu resiko yang akan menghampiri mereka, padahal saat memulai
bisnis mereka harus memikirkan resiko terlebih dahulu.
“Ketika didirikan Agustus 2011, kita
rata-rata otodidak, kita belajar finance. Human Resource Development (HRD) kita
pun orang IT. Jadi banyak eksperimen. Banyak bongkar pasang sistem. Jadi, kalau
ada yang salah, ya kita rugi. Makanya, sekarang kita masih nyari sistem yang
pas. Sekarang kita lagi coba untuk lebih banyak nurunin produk daripada nerima
projek. Mungkin nanti 20% projek dan 80% produk,” tutur Amri.
Ahmad menjelaskan bahwa resiko yang ada
dalam bisnis online sebenarnya sangat tinggi, terutama dalam bisnis syariah
karena penjual harus bersikap adil.
“Seperti contoh dalam e-commorce, jarang sekali kita melihat
ada ketentuan mengenai pengembalian barang. Jika ada, pasti tidak jelas
ketentuannya. Oleh karena itu, semua ketentuan harus ada dan jelas agar
sama-sama tahu,” jelas pengamat ekonomi sekaligus penulis buku ‘Bedah Akad
Bisnis Syariah’.
Dari sisi usaha, ‘syariah’ merupakan
kata yang memiliki jual nilai tinggi. Kata ini menarik bagi kalangan muslim.
Sebenarnya, startup bisnis atau startup
bisnis syariah sama dengan bisnis online biasa karena pemilihan bisnisnya dan
waktu mengerjakannya tetap sama. Akan tetapi, hanya berbeda dari cara
pelaksanaannya yang halal.
Andika Amri menjelaskan bahwa saat akan
memulai startup bisnis, kita harus membuat produk yang memang dibutuhkan dan
unik. Hal ini merupakan salah satu kunci dari Badr memenangkan Startup Asia Jakarta
2014 dengan aplikasi mereka yang membantu penanaman tanaman pangan antara
investor, petani dan pemilik lahan, yaitu iGrow.
“Kita harus bener-bener ke ranah yang
jarang banget ditemui orang dan eksekusi rapi. Jadi bermainlah diranah yang
memang dibutuhkan orang lain,” tuturnya
“Saat kita menjadi juara 2 kompetisi
internasional Startup Istanbul, memang ternyata di level dunia banyak yang
memiliki problem yang sama. Jadi pada saat iGrow presentasi, mereka banyak yang
langsung bilang selamat dan ini good idea.
Mereka bahkan nanya, bisa ga diterapin di negeri kita. Pada saat orang melihat
idenya adalah hal-hal yang menyangkut kepentingan mereka juga, kita pasti
otomatis akan menang,” ujar laki-laki yang sedang mengembangkan aplikasi
terbaru Badr, yaitu Inspire untuk di lanuching pada 2016.
Banyak keuntungan yang didapat dari
menjalankan bisnis online syariah, salah satunya bisnis ini tidak mengabaikan
nilai-nilai islam yang ada di dalamnya.
“Mengambil keuntungan itu terserah dari
penjualnya. Tidak ada ketentuan untuk hal itu,” terang pengamat ekonomi yang
sekarang menjadi CEO Amanah Syariah Consulting.
“Aplikasinya kan gratis, keuntungnya
baru ada 2, yaitu donasi dan projek karena kita emang rata-rata produk amal dan
ga nyari untung. Kita ambilnya sekarang dari projek aja,” tutur Amri
Amri menjelaskan bahwa pengembang
aplikasi yang telah memiliki 30 karyawan ini mulai mensasar ke pasar premium,
seperti pertamina yang nilai projeknya di atas 300 jutaan dan berniat untuk
membuat agar produk Badr bisa internasional. Namun, mereka tetap memeriksa
kehalalan dari projek tersebut.
“Investor kita sekarang baru dari Startup
Center dan Malaysia,” jawab Amri ketika ditanya mengenai investor Badr.
Ahmad yang juga menjadi pengurus DPP
Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) mengatakan, “Investor itu boleh dalam syariah,
pihak non muslim pun tidak masalah karena yang penting pihak investor itu
bisnisnya bukan dari riba. Mereka kan share
saham karena saham itu kan artinya bagi hasil, jadi tidak masalah. Di dalam
syariah itu ada skemanya kok. Yang jadi masalah adalah jika main saham karena main
saham dan bagi hasil itu skema dan aktivitasnya sama tapi niatannya yang beda.”
Awalnya, produk untuk kaum muslim
dianggap sebagai minoritas di dalam startup bisnis dan kurang menjanjikan. Akan
tetapi, bisnis ini sekarang sudah menjadi bagian dari bisnis mainstream
lainnya. Tentu saja, Usaha Kelas Menengah (UKM) muslim di Indonesia ini akan
terus berkembang.
Berdasarkan Pew Research Center :
Religion & Public Life, umat Islam dunia akan mencapai 2,2 milyar orang
(26,4% dari populasi dunia) pada tahun 2030 nanti.
“Lihat baik-baik peluangnya karna saya
yakin masih banyak yang bisa digarap untuk jadi bisnis. Jangan lupa untuk
eksekusinya, jadi kalo misalnya udah ada ide langsung eksekusi aja ga usah
banyak pertimbngan dan langsung riset pasarnya gimana. Ide bagus tanpa eksekusi
jadinya nol, tapi kalo ide yang biasa aja dengan eksekusi yang baik bisa jadi
berhasil. Jadi yang paling utama adalah eksekusi. Kalo gagal belajar lagi dan
bikin lagi,” pesan Team Leader Badr, Andika Amri.
No comments:
Post a Comment